CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Friday, August 6, 2010

~ Agar Puasa Lebih Bermakna 1/2 ~


Oleh: Abu Umar Basyir
Bulan Ramadhan merupakan bulan nan pernuh berkah; Ramadhan menjadi penghulu segala bulan dalam hutungan tahun Hijriyah, tahunnya umat Islam. Ramadhan adalah bulan shiyam (puasa), dan dia juga bulan qiyam (shalat malam).

1 Keutamaan Bulan Ramadhan
Hadits-hadits yang mengupas keutamaan bulan nan agung ini, cukup banyak dan bercorak ragam. Cukup kita petik beberapa di antaranya, sebagai penambah muatan motivasi yang mengangkat gairah imani kita untuk memasuki bulan Ramadhan yang akan datang menjelang, dengan penuh harap akan ampunan dan karunia-Nya.

Dari Ubadah bin Shamit bahwasanya Rasulullah bersabda, yang artinya:
"Telah datang kepadamu Bulan Ramadhan, bulan nan penuh berkah. Di bulan itu Allah akan menaungimu; menurunkan .rahmat dan menghapus dosa-dosa, mengabulkan doa dan memperhatikan bagaimana kamu sekalian saling berlomba-lomba (dalam kebaikan) pada bulan itu. Allah pun membanggakan dirimu di hadapan para malaikat-Nya. Maka perlihatkanlah (wahai kaum Muslimin) segala kebaikan pada dirimu. Sesungguhnya orang
yang celaka adalah orang yang kehilangan rahmat Allah."
(Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani).

Hadits yang lain:
"Telah dianugerahkan kepada ummatku pada bulan Ramadhan lima karunia yang tidak pernah diberikan kepada ummat manapun sebelum mereka: Aroma mulut orang yang berpuasa, disisi Allah, lebih harum semerbak ketimbang bau kesturi. Para malaikat memohonkan bagi mereka ampunan hingga waktu berbuka. Setiap hari di bulan itu, Allah menghiasi Jannah-Nya seraya ber rman kepada sang Jannah:
"Tak lama lagi, para hamba-Ku yang shalih akan dibebaskan dari beban dan kesusahan, lalu beranjak menemuimu."
Di bulan itu, para jin pembangkang dibelenggu; mereka tak dapat bebas berbuat, seperti pada bulan-bulan yang lain. Lalu, Allah mengampuni dosa- dosa mereka pada malam terakhir.
Ada sahabat yang bertanya: "Ya Rasulallah, apakah malam terakhir itu, malam Lailatul Qadar?". Beliau menjawab:
"Bukan, karena orang yang beramal akan mendapati ganjarannya, bila ia telah selesai menunaikannya." 1

Ada beberapa hadits lain yang senada dengan itu. Dua hadits di atas, dan banyak lagi
yang lainnya meliputi beberapa kesimpulan:
1. . Allah telah memberkahi bulan Ramadhan ini sebagai bulan pengampunan atas segala dosa, bagi orang yang memenuhi bulan ini dengan beragam ibadah; tetapi tidak untuk dosa-dosa beaar. Nabi bersabda:
"Barangsiapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan introspeksi diri, akan Allah ampuni dosa-dosanya yang terdahulu."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan Salman Al-Farisi, bahwasanya Rasulullah bersabda:
"Antara shalat-shalat lima waktu; antara Jum'at dengan Jum'at; dan antara Ramadhan yang satu dengan rmadhan berikutnya; ada pengampunan dosa, bagi mereka yang menghindari dosa-dosa besar." 2
1Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zakat: 7576, 7712, 7713, 8015, 10464 dari hadits Abu Hurairah.
2HR. Muslim dalam kitab Ath-Thaharah: 342, 343, 344.

Dosa-dosa besar hanyalah diampuni, lewat taubat tersendiri yang dilakukan seorang hamba dengan penuh penyesalan di hadapan Allah. Hanya saja sebagian ulama, di antaranya Ibnu Taimiyyah, Imam Nawawi dan lain-lain menegaskan; bahwa Ibadah Ramadhan, berikut shaum dan shalat malamnya, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan berarti sudah mencakup taubat itu sendiri. Dan itulah yang menjadi tujuan puasa, bahkan seluruh ibadah seperti tertera dalam al-Qur'an adalah: Agar kamu sekalian bertakwa.

2. Termasuk keberkahan bulan suci Ramadhan adalah sempitnya ruang gerak setan itu untuk melancarkan godaan dan tipu dayanya terhadap bani Adam. Terbelenggunya mereka, adalah dengan kehendak Allah dan dalam pengertian yang sesungguhnya. Namun juga tidak berarti mereka berhenti menggoda manusia secara total, seperti tersebut dalam hadits di atas.

3. Dihiasinya Jannah untuk menyambut kedatang an orang-orang yang berpuasa, seusai menjalani cobaan Allah selama masa hidup di dunia. Ini salah satu bentuk Tabsyir atau kabar gembira dari Allah.

4. Keberkahan bulan Ramadhan juga terungkap jelas, dengan adanya para malaikat yang memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka yang berpuasa. Di samping aroma mulut orang yang berpuasa yang secara lahir mungkin tidak sedap di sisi Allah lebih wangi dibanding aroma kesturi.

2 Berbagai Keutamaan Lain
Sebagai Muslim yang mengharap keutamaan dan ampunan, di mana dia juga tak lepas dari noda dan dosa, maka noda dan dosa itu dapat terkurangi bahkan terhapus lewat ibadah di bulan Ramadhan. Segala bentuk ragam ibadah di bulan ini harus semaksimal mungkin kita mefaatkan di antaranya:

2.1 Memperbanyak Shadaqah
Imam Tirmidzi meriwayatkan: Rasulullah pernah ditanya: "Sedekah apakah yang paling utama?" Beliau menjawab:"Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan
Ramadhan." 3

Nabi adalah orang yang gemar bersedekah. Kegemarannya bersedekah, menjadi semakin
meningkat di bulan Ramadhan. Salah seorang sahabat telah berkata:
"Sesungguhnya Rasulullah itu lebih pemurah, dibandingkan dengan angin yang berhembus. Dan terutama lagi di bulan Ramadhan." 4

2.2 Shalat malam berjama’ah
Dari Abu Dzar, bahwasanya beliau menuturkan: "Dahulu ketika kami melakukan shaum/puasa, Rasulullah tidak pernah shalat (malam) berjama'ah bersama kami hingga bulan Ramadhan hanya tersisa tujuh hari lagi. Lalu beliau shalat bersama kami hingga akhir sepertiga malam pertama. Pada malam yang ke dua puluh enam, beliau tak lagi shalat bersama kami. Namun pada malam ke dua puluh lima (satu malam sebelumnya), beliau sempat shalat bersama hingga pertengahan malam. Lalu kami bertanya:
"Ya Rasulallah, apakah tidak engkau sisakan sebagian malam agar kami menambah shalat sendiri?" Maka beliau bersabda: "Barangsiapa yang shalat (malam) bersama imam hingga selesai shalatnya, akan dituliskan baginya (pahala) shalat semalam untuknya." 5

Hadits tersebut umumnya digunakan oleh para ulama untuk menetapkan disyari'atkannya shalat malam berjama'ah (tarawih) pada bulan Ramadhan. Namun hadits tersebut juga secara lebih khusus menyiratkan keutamaan shalat malam berjama'ah di bulan Ramadhan itu. Meskipun secara umum, juga berlaku untuk setiap shalat jama'ah, balk yang fardhu maupun yang mustahab.
3HR.Tirmidzi kitab Zakat: 599, Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain. Imam Tirmidzi berkata: "Hadits ini gharib."
4Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Asy-Syamail al-Muhammadiyah.
5Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/217, Tirmidzi 11/72-73 dan beliau berkomentar: Sanad hadits ini shahih. Juga oleh Nasai 1/238, Ibnu Majah 1/397 dan lain-lain.

Syaikh Nashiruddin al-Albani menegaskan:
Sabda beliau: "Barangsiapa yang shalat (malam) bersama imam", itu jelas menunjukkan keutamaan shalat malam Ramadhan berjama'ah. Hal itu dikuatkan, dengan riwayat dari imam Abu Dawud dalam "Al-Masail" hal. 62:
Saya pernah mendengar Imam Ahmad ditanya: "Mana yang lebih menarik hatimu,orang yang shalat berjama'ah atau shalat sendiri?" Beliau menjawab: "Tentu saja orang yang shalat berjama'ah."

Beliau juga pernah ditanya: "Bagaimana kalau orang yang shalat sendiri itu mengakhirkan shalat hingga akhir malam (pada waktu yang paling utama)?" Beliau menanggapi: "Sunnah kaum Muslimin tetap lebih aku sukai." 6

2.3 Memperbanyak amalan akhirat
Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, adalah ladang subur untuk menebarkan beragam amal shalih untuk dituai hasilnya di akhirat nanti. Dan mulai membaca al- Qur'an, memberi makan orang miskin atau memberinya sekedar makanan untuk berbuka puasa, berdoa, beristigfar, mempererat hubungan silaturrahmi dan lain-lain.

Banyak kaum Muslimin yang secara tradisi, memenuhi bulan suci ini dengan bekerja
di luar kebiasaan; demi untuk merayakan 'Iedul tri dengan mewah penuh kegemerlapan,
bahkan terkesan dipaksa-paksakan; itu jelas merugian. Di ladang pahala, kita justru menanam amalan duniawi yang lebih banyak menghasilkan kesia-siaan. Padahal telah diingatkan dalam satu hadits mauquf (hanya sampai kepada sahabat) dari Hasan bin Ali:
"Apabila engkau mendapati seseorang melomba kamu dalam urusan dunia, maka lombalah dia dalam urusan akhirat." 7

6Shalat At-Tarawih, hal. 15 - Al-Maktab Al-lslami.
7Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab "Dzammu Ad-Dunya" No. 465 (lihat Al-ljabah Al-bahiyyah, Abdulllah bin Sa'dan - Dariil'Ashimah hal. 12).

2.4 Menjalankan umrah
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya ganjaran umrah di bulan Ramadhan, sama dengan ganjaran melaksanakan haji sekali atau bahkan haji bersamaku." 8

Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim All Jarullah dalam "Majmu' Rasail
Ramadhan iyyah" menyatakan:
"Namun yang perlu dipahami, bahwa umrah di bulan Ramadhan itu, meskipun ganjarannya sama dengan ibadah haji, namun ia tidak menggugurkan kewajiban haji itu sendiri bagi mereka yang mampu berkewajiban".

2.5 Beribadah di malam Lailatul qadri
Para ulama menyatakan, bahwa malam itu disebut dengan Lailatul qadri (malam
kemuliaan), karena kemuliaan dan keutamaannya. Bahkan dinyatakan, bahwa dimalam
itu juga rizki dan ajal kematian para hamba untuk selama satu tahun ditentukan Allah.
Sebagaimana di firmankan-Nya:
"Pada malam itu dijelaskan, segala urusan yang penuh hikmat." (Ad- Dukhan: 4)
Banyak ayat yang menceritakan tentang keutamaannya yang tidak kami sebutkan di sini. Di malam itu juga pahala amal ibadah Allah lipatgandakan. Nabi Bersabda:
"Barangsiapa yang beribadah di malam Lailatul qadri, dengan penuh keimanan dan perhitungan; akan diampuni segala dosa-dosanya yang terdahulu." 9
Adapun waktu malam tersebut, banyak sekali diperselisihkan para ulama. Imam Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam "Fathul Bari", setelah menuturkan puluhan pendapat para ulama, berkata:
"Pendapat yang paling kuat, malam itu terdapat pada sepuluh malam terakhir. Ia selalu berpindah, namun yang paling diharapkan dia akan muncul, pada malam-malam ganjil. Adapun tepatnya; menurut Sya 'iyyah pada malam ke 21 atau 23. Tapi menurut sebagian besar ulama pada malam ke 27."
8Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, kitab Al-Hajj: 1657, 1730.
9Diriwayatkan oleh Al-Bukhari/1910 dan Muslim/759 dan Tirmidzi (619) dalam kitab: Ash-Shaum.

Demikian juga pendapat syaikh al-Albani dalam "Qiyamul lail" . Para ulama sering
mengungkapkan, bahwa hikmah tersembunyinya kepastian malam itu, adalah agar kaum
Muslimin giat beribadah pada setiap malam bulan Ramadhan, Wallahu A'lam.

2.6 I’tikaf
Lepas dari perselisihan di mesjid mana i'tikaf itu disyari'atkan, kaum Muslimin tetap
harus mengakui kesepakatan para ulama bahwa i'tikaf di bulan Ramadhan, khususnya sepuluh hari terakhir, adalah keutamaan besar sekaligus sunnah yang tak pernah
ditinggalkan Nabi seumur hidupnya hingga beliau wafat.
Dari Abu Hurairah berkata:
"Nabi dahulu beri'tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun
pada tahun di mana beliau wafat, beliau beri'tikaf selama dua puluh hari." 10

Karena ia merupakan sunnah yang selalu dilakukan Nabi, maka kaum Musliminpun harus merentang jalan demi melaksanakannya sedapat mungkin, di mesjid manapun i'tikaf itu dilakukan. Oleh sebab itu, para ulama yang memilih pendapat bahwa i'tikaf itu hanya di tiga mesjid utama (mesjid Al-Haram, An-Nabawi dan Al-Aqsha), mereka menjadikan dalil "dilarangnya melakukan perjalanan sulit kecuali ke tiga mesjid" untuk dibolehkannya mencapai mesjid itu dengan upaya keras, karena di sana disyari'atkannya
i'tikaf, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ash-Shan'ani dalam "Subulu as-Salam".
Pendapat kedua ini termasuk yang dipilih Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albani Ha dzahullahu Ta'ala seperti beliau jelaskan dalam kitabnya "Qiyamu ar Ramadhan".

Adapun bagi mereka yang berpendapat disyari'atkannya i'tikaf itu di setiap
mesjid jami', merekapun harus berusaha menghidupkan kembali sunnah Nabi
yang sudah lama ditinggalkan ini. 11
10HR. Al-Bukhari IV/245.

11Di antara para ulama yang berpendapat seperti ini:
1. Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya 11/187;
2. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1V/319, cetakan Daru Ad-Diyan;
3. Al-Imam Al-Baghwi dalam Syarhu As-Sunnah VI/494 cetakan Al-Maktab al-Islami;
4. Al-Mawardi dalam “Al-Hawi Al-Kabrr” 111/485 cetakan Daru al-Kutub al-Ilmiyyah;
5. An-Nawawi dalam “Al-Majmu”‘ VI/483 cetakan Daru al-Fikr;
6. Ibnu Qasim Ar-Ra ’i dalam Fathul Aziz V1/484;
7. Ibnu Quddamah dalam “Al-Mughni” 1V/462 cetakan Hajar Kaira Mesir dan juga dalam ‘Asy-Syarhu al-Kabir’;
8. Ibnu Dhawiyyan dalam ‘Manaru as-Sabil” 1/224 cetakan Daru al-Ma’arif;
9. Imam Syaukani dalam “Nailul Author” 1V/769 cetakan Daru al-Jiel Lebanon;
10.Sayyid Sabiq dalam Fiqhu as-Sunnah dan lain-lain.
www.abuumar.com/

0 comments: